DPP SPRI Gelar Rapat Pembekalan, “Gugat Dewan Pers” ke PN Jakarta Pusat

Jakarta,Andalas Pos,com– Dewan Pengurus Pusat Serikat Pers Indonesia (DPP SPRI) menggelar rapat finalisasi pembekalan rencana ‘Gugatan Dugaan Perbuatan Melawan Hukum’ terhadap Dewan Pers (DP) ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat dan Pengajuan Judicial Review atau Uji Materi UU Nomor 40 Tahun 1999 Tentang Pers kepada Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia (MK RI).
Rapat finalisasi digelar di Kantor Pengacara Alamsyah Hanafiah, SH di Jl. Letjen Suprapto-Ruko Cempaka Mas Barat Blok C No.7 Jakarta Pusat, Kamis 1 Maret 2018.

Perlu diketahui, norma UU Pers yang akan diuji pasal-pasal yang diatur DP mengenai pers, produk yang sebelumnya UU Pers nomor 40 tahun 1999 dibuat pada masa sebelum diamandemen, sedangkan UU Pers yang diberlakukan kini menggunakan UUD’45 pasca amandemen.

Heintje Mandagi, salah satu pemrakarsa pertemuan menyampaikan kepada pihak terkait yang mau ikut mendukung rencana ini, diminta untuk menyerahkan bukti penguat gugatan berupa Surat Pernyataan tentang testimoni kerugian yang diderita atas regulasi yang dibuat oleh Dewan Pers.

Heintje mengatakan, hal tersebut dirasa merupakan desakan yang muncul dari rekan-rekan media, terutama berada di daerah. Dimana merasa tertekan akan regulasi, termasuk dengan adanya uji kompetensi yang dikumandangkan DP serta aturan Verifikasi Media.

Maka dari itu, pergerakan ini merupakan upaya desakan dan implementasinya ‘gugatan’ terhadap DP. Judicial Review (JR) adalah pilihan dan perbuatan melawan hukum. Pihaknya pun telah membahas dengan pembina untuk dikaji simulasinya, serta sudah dilemparkan ke forum.

“Baik indikasinya UU pers bertentangan dengan UU dasar. Tindakan yang dilakukan DP melanggar UU lainnya, Ada produk hukum yang DP melanggar terkait dengan UU kebebasan Pers,” paparnya lagi.

Pelaksanaan Uji Kompetensi Wartawan dan Penunjukan Lembaga Penguji Kompetensi yang dilakukan oleh Dewan Pers bertentangan dengan UU No.13 tahun 2003 tentang Ketenagaakerjaan yang mana didalam UU ini mengatur tentang lembaga yang berwenang melaksanakan Uji Kompetensi terhadap setiap profesi adalah Badan Nasional Sertifikasi Profesi.

Dan, lanjutnya, BNSP inilah yang memiliki kewenangan memberi lisensi kepada lenbaga penguji kompetensi atau lembaga Sertifikasi Profesi, sebagaimana diatur dalam Undang Undang dan dijabarkan dalam Peraturan Pemerintah. Jadi dengan demikian Dewan Pers tidak memiliki kewengan tersebut sehingga pelaksanaan uji kompetensi wartawan dan penunjukan lembaga penguji kompetensi yang dilakukan Dewan Pers adalah ilegal dan melanggar UU Ketenagakerjaan dan PP tentang BNSP.

“Agenda utama adalah penanda-tanganan surat kuasa hukum pada Alamsyah Hanafiah, SH untuk pengajuan gugatan dimaksud,” paparnya.
Adapun menurut rencana, gugatan akan diajukan pada Jumat 2 Maret 2018, ujar Heintje, seraya berharap surat pernyataan tersebut dapat dimasukan sebelum atau pada pelaksanaan rapat dimulai.

“Sedangkan bagi yang berada di luar kota dapat segera mengirimkan surat pernyataan,” tambah Heintje ke alamat kantor Pengacara Alamsyah Hanafiah, SH yang tertera di atas dan juga dapat diemail ke [email protected].
Sementara, Alamsyah Hanafiah, yang berprofesi pengacara itu menjelaskan maksud tujuan pertemuan dan kedepannya ialah guna meluruskan daripada pengejewantahan UU nomor 40 tahun 1999 tentang pers.

“Kembalikan pers pada fitrah perjuangan reformasi lalu,” jelas Alamsyah.
Rapat sendiri sebelumnya sudah dilakukan di Gedung Dewan Pers lt. 5, yang sediakalanya sejauh ini telah saling berbagi tugas.
Dia menyebut, sejauh ini ada 17 organisasi wartawan, dan lainnya yang masih belum sempat support. Soalnya, atas norma UU pasal 1 ayat (2), pasal 9 ayat (2), dan pasal 15 ayat (2) butir f dan g UU Pers menurutnya yang berpandangan ada semacam pengabaian eksistensi terhadap UU nomor 40/1999 tentang pers.

“Indikasinya efek domino, kemungkinan terjadi kekerasan ke insan pers, seperti UU ITE, dan UU KUHPidana,” ulas Alamsyah, seraya menambahkan telah dikepung norma itu.
“DP itu Independen, maka kita mesti kembali bertanggung jawab moral terhadap kebebasan pers. Secara organisasi marilah bersama meluruskan tugas dan fungsi media pada fitrahnya,” pungkas Alamsyah Hanafiah.

Terpisah, M Anshor, Owner BeritaHUKUM.com media online sejak tahun 2011 yang telah berusaha ikut mencerdaskan bangsa serta untuk dapat terciptanya penegakkan keadilan bagi seluruh masyarakat Indonesia mengatakan bahwa, pers sebagaimana diketahui ketahui bersama ikut andil berjuang dalam memerdekakan Republik Indonesia sejak zaman penjajahan, dan kini pers yang disebut-sebut sebagai salah satu pilar utama demokrasi, setelah eksekutif, legeslatif dan yudikatif, yang menjadi kontrol sosial yang sangat dibutuhkan untuk tegaknya demokrasi.

Menurut Anshor, dengan perkembangan dunia teknologi internet yang cepat kini mendorong munculnya ratusan media online di Indonesia, serta ribuan jurnalis yang setiap hari di lapangan selain beberapa media mainstreem, yang juga menyuguhkan berita yang pastinya membutuhkan support dan bantuan, bahkan banyak yang tidak mendapatkan gaji atau kompensasi sesuai yang diharapkan.

Sedangkan, Anshor menambahkan, dengan materi gugatan diantaranya adalah bahwa jurnalis berkewajiban membayar biaya uji kompetensi yang ditetapkan oleh Lembaga Penguji Kompetensi sebesar Rp.1.500.000,- untuk dalam kota Jakarta dan Rp. 2.500.000,- untuk luar kota bagi peserta uji kompetensi tersebut sungguh sangat memberatkan.

“Hal tersebut kini berbeda jauh, seperti langit dan bumi antara pers yang di sebut sebagai salah satu pilar utama menjadi pilar ke 4 demokrasi, selama ini tidak mendapatkan gaji dan tunjangan serta treaning atau pendidikan dari negara seperti pilar-pilar demokrasi yang lainnya, kini malah diharuskan membayar untuk biaya uji kompetensi,” ungkap Anshor.

Atas dasar tersebut, maka Anshor mengusulkan agar eksekutif dalam hal ini Pemerintah Indonesia serta badan legeslatif yakni Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Komisi I untuk mulai lebih memikirkan dan memberikan perhatian, keberpihakan juga kepada pers, yakni diharapkan dapat memberikan budget anggaran yang lebih lagi kepada dunia pers di Indonesia.

“Jadi jangan malah adanya aturan yang membebankan adanya ketentuan dan biaya yang memberatkan para jurnalis dan perusahaan media. Namun, tentunya bantuan dan anggaran nantinya dapat diatur, dengan ketentuan yang tetap menjunjung tinggi norma dan independensi pers. Karena bantuan anggaran kepada pers tersebut juga dapat menjadi penangkal berkembangnya berita-berita hoax, yang sekaligus guna peningkatan profesionalisme para jurnalis dan media,” pungkas Anshor. (Rell/red)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *