Pemko Padang Sambut Baik Digelarnya FGD

Padang,AP– Pemerintah Kota Padang menyambut baik digelarnya Focus Grup Discussion (FGD) guna membahas naskah akademik dan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan Provinsi Sumatera Barat menjadi Provinsi Daerah Istimewa Minangkabau (DIM).
Kegiatan yang diinisiasi oleh Badan Persiapan Provinsi (BP2) DIM itu dihadiri Ketua BP2 DIM Prof. Dr. Muchtar Naim, Ketua Pelaksana FGD Dr. Welya Roza, Gubernur Sumbar diwakili Kepala Bidang Sejarah Adat dan Nilai Tradisi Dinas Kebudayaan Provinsi Sumbar Januarisdi dan Wali Kota Padang diwakili Pj. Sekda Amasrul. Dikesempatan itu juga hadir para pakar, tokoh adat, budaya dan agama serta kalangan akademisi di berbagai perguruan tinggi negeri dan swasta di Sumbar.
“Atas nama Pemko Padang kami menyambut baik digelarnya FGD ini. Dan kita pun mendukung hasil dan kesepakatan yang didapat melalui FGD ini, sebagai upaya lanjutan dalam rangka perubahan Provinsi Sumbar menjadi DIM nantinya, ” sebut Pj Sekda Kota Padang Amasrul dalam sambutannya pada kegiatan yang dilangsungkan di Gedung Serbaguna Bagindo Aziz Chan Balaikota Padang, Rabu (20/2) itu.
Sementara itu Ketua BP2 DIM Pusat Prof. Dr. Muchtar Naim menuturkan ia bersama BP2 DIM telah tiga tahun lamanya menyiapkan naskah akademik dari Provinsi DIM sebagai pengganti Provinsi Sumbar.
“Semua kita tentu bertanya, kenapa kita merasa perlu merubahnya. Bukankah Provinsi Sumbar secara geografis memang terletak di Sumbar yang selama ini tidak memiliki masalah. Benar! Tetapi juga benar sejak lebih setengah abad kemari ini, khususnya sejak peristiwa PRRI di akhir 1950 an, Sumbar kelihatannya ‘meluncur’ terus. Apalagi sekarang ini menurut statistik perkembangan kemajuan per provinsi di Indonesia Sumbar belum lama ini pernah berada di tingkat ke 32 dari 34 provinsi di negara ini,” ungkapnya.
‘Pemeluncuran’ ini menurut Muchtar, tidak hanya di satu-dua aspek kehidupan saja, tetapi hampir di semua aspek dan sisi kehidupan. Masyarakat Minang yang selama ini dikenal santun, tertib dan berbudi pekerti yang tinggi sekarang apa-apa masuk. Tidak kurangnya LGBT serta kegalauan etika lainnya yang selama ini aneh bagi masyarakat Minang, sekarang telah menjadi gaulan biasa terutama bagi kaum muda yang akhlaknya terabaikan dan kurang terbina oleh orang tua mereka.
“Sebagai akibat dari  pemeluncuran ini, maka Sumbar dengan budaya Minangkabaunya makin sedikit menghasilkan tokoh-tokoh nasional saat ini. Hal ini jauh berbeda dengan yang sebelumnya dimana Sumbar dengan Minangkabaunya bangga dengan kelebihannya itu.”
“Jadi, untuk menghadang dan menahan makin cepat melepuhnya dekadensi moral dan kultural dari masyarakat Minang di Sumbar dan rantau, maka kita ingin merubah Provinsi Sumatera Barat menjadi Daerah Istimewa Minangkabau.  Kita pun turut mengambil manfaat dari diizinkannya oleh UUD 1945 khususnya Pasal 18 B, itulah kenapa kita bersama akhirnya memutuskan untuk membentuk DIM pengganti Provinsi Sumatera Barat,” ulasnya
Ketua Pelaksana FGD DIM Dr. Welya Roza menyebutkan, seperti diketahui, DIM sejak digulirkan pada 16 Maret 2015 lalu mendapatkan respon positif dari masyarakat yang dimulai dengan pernyataan Gubernur Sumbar dan DPRD Sumbar yang merestui adanya DIM. Begitu pun dilanjutkan dengan pernyataan sikap Ninik Mamak se-Pesisir Selatan dan setelah pernyataan sikap mantan Ketua PP Muhammadiyah Syafei Maarif serta baru-baru ini Himpunan Masyarakat Minang Jambi yang juga menginginkan adanya DIM.
“Ada 17 alasan kenapa perlu adanya DIM di Sumbar. Dari kesemuanya itu yang paling mendasar adalah untuk membumikan Adat Basandi Syara’ Syara’ Basandi Kitabullah (ABS-SBK) sebagai filosofi hidup orang Minangkabau. Kemudian untuk mempertahankan asas hukum matrilineal, karena masyarakat Minangkabau adalah masyarakat Matrilineal terbesar di dunia.”
“Selanjutnya juga untuk memposisikan Bundo Kanduang atau kaum perempuan pada kodratnya, menguatkan fungsi tungku tigo sajarangan, mengembalikan fungsi para pemangku adata memperkokoh NKRI dan Bhinneka Tunggal Ika, memberantas maksiat dan penyimpangan serta lainnya,” jelas Welya.
Ditambahkannya, dengan alasan dan argumentasi yang disampaikan, melalui FGD ini diharapkan akan melahirkan gagasan dan memperkuat upaya-upaya dan segala sesuatunya ke depan. Sebagaimana diharapkan pemerintah pusat dengan DPR, DPD dan MPR serta Presiden RI akan bersetuju untuk memberikan pengesahannya.
Pemerintah Kota Padang menyambut baik digelarnya Focus Grup Discussion (FGD) guna membahas naskah akademik dan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan Provinsi Sumatera Barat menjadi Provinsi Daerah Istimewa Minangkabau (DIM).

Kegiatan yang diinisiasi oleh Badan Persiapan Provinsi (BP2) DIM itu dihadiri Ketua BP2 DIM Prof. Dr. Muchtar Naim, Ketua Pelaksana FGD Dr. Welya Roza, Gubernur Sumbar diwakili Kepala Bidang Sejarah Adat dan Nilai Tradisi Dinas Kebudayaan Provinsi Sumbar Januarisdi dan Wali Kota Padang diwakili Pj. Sekda Amasrul. Dikesempatan itu juga hadir para pakar, tokoh adat, budaya dan agama serta kalangan akademisi di berbagai perguruan tinggi negeri dan swasta di Sumbar.
“Atas nama Pemko Padang kami menyambut baik digelarnya FGD ini. Dan kita pun mendukung hasil dan kesepakatan yang didapat melalui FGD ini, sebagai upaya lanjutan dalam rangka perubahan Provinsi Sumbar menjadi DIM nantinya, ” sebut Pj Sekda Kota Padang Amasrul dalam sambutannya pada kegiatan yang dilangsungkan di Gedung Serbaguna Bagindo Aziz Chan Balaikota Padang, Rabu (20/2) itu.
Sementara itu Ketua BP2 DIM Pusat Prof. Dr. Muchtar Naim menuturkan ia bersama BP2 DIM telah tiga tahun lamanya menyiapkan naskah akademik dari Provinsi DIM sebagai pengganti Provinsi Sumbar.
“Semua kita tentu bertanya, kenapa kita merasa perlu merubahnya. Bukankah Provinsi Sumbar secara geografis memang terletak di Sumbar yang selama ini tidak memiliki masalah. Benar! Tetapi juga benar sejak lebih setengah abad kemari ini, khususnya sejak peristiwa PRRI di akhir 1950 an, Sumbar kelihatannya ‘meluncur’ terus. Apalagi sekarang ini menurut statistik perkembangan kemajuan per provinsi di Indonesia Sumbar belum lama ini pernah berada di tingkat ke 32 dari 34 provinsi di negara ini,” ungkapnya.
‘Pemeluncuran’ ini menurut Muchtar, tidak hanya di satu-dua aspek kehidupan saja, tetapi hampir di semua aspek dan sisi kehidupan. Masyarakat Minang yang selama ini dikenal santun, tertib dan berbudi pekerti yang tinggi sekarang apa-apa masuk. Tidak kurangnya LGBT serta kegalauan etika lainnya yang selama ini aneh bagi masyarakat Minang, sekarang telah menjadi gaulan biasa terutama bagi kaum muda yang akhlaknya terabaikan dan kurang terbina oleh orang tua mereka.
“Sebagai akibat dari  pemeluncuran ini, maka Sumbar dengan budaya Minangkabaunya makin sedikit menghasilkan tokoh-tokoh nasional saat ini. Hal ini jauh berbeda dengan yang sebelumnya dimana Sumbar dengan Minangkabaunya bangga dengan kelebihannya itu.”
“Jadi, untuk menghadang dan menahan makin cepat melepuhnya dekadensi moral dan kultural dari masyarakat Minang di Sumbar dan rantau, maka kita ingin merubah Provinsi Sumatera Barat menjadi Daerah Istimewa Minangkabau.  Kita pun turut mengambil manfaat dari diizinkannya oleh UUD 1945 khususnya Pasal 18 B, itulah kenapa kita bersama akhirnya memutuskan untuk membentuk DIM pengganti Provinsi Sumatera Barat,” ulasnya
Ketua Pelaksana FGD DIM Dr. Welya Roza menyebutkan, seperti diketahui, DIM sejak digulirkan pada 16 Maret 2015 lalu mendapatkan respon positif dari masyarakat yang dimulai dengan pernyataan Gubernur Sumbar dan DPRD Sumbar yang merestui adanya DIM. Begitu pun dilanjutkan dengan pernyataan sikap Ninik Mamak se-Pesisir Selatan dan setelah pernyataan sikap mantan Ketua PP Muhammadiyah Syafei Maarif serta baru-baru ini Himpunan Masyarakat Minang Jambi yang juga menginginkan adanya DIM.
“Ada 17 alasan kenapa perlu adanya DIM di Sumbar. Dari kesemuanya itu yang paling mendasar adalah untuk membumikan Adat Basandi Syara’ Syara’ Basandi Kitabullah (ABS-SBK) sebagai filosofi hidup orang Minangkabau. Kemudian untuk mempertahankan asas hukum matrilineal, karena masyarakat Minangkabau adalah masyarakat Matrilineal terbesar di dunia.”
“Selanjutnya juga untuk memposisikan Bundo Kanduang atau kaum perempuan pada kodratnya, menguatkan fungsi tungku tigo sajarangan, mengembalikan fungsi para pemangku adata memperkokoh NKRI dan Bhinneka Tunggal Ika, memberantas maksiat dan penyimpangan serta lainnya,” jelas Welya.
Ditambahkannya, dengan alasan dan argumentasi yang disampaikan, melalui FGD ini diharapkan akan melahirkan gagasan dan memperkuat upaya-upaya dan segala sesuatunya ke depan. Sebagaimana diharapkan pemerintah pusat dengan DPR, DPD dan MPR serta Presiden RI akan bersetuju untuk memberikan pengesahannya.
“Sehingga, Provinsi Sumbar berobah corak menjadi Provinsi DIM seperti yang diharapkan oleh rakyat dan masyarakat Minangkabau, baik yang ada di ranah maupun di rantau,” tukuknya. (dv)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *