Bank Nagari Sosialisasi Program Transformasi, Alternatif “IPO Atau Gandeng BUMN”

Padang,AP – Penawaran umum perdana saham pada investor umum atau Initial Public Offering (IPO) menjadi salah satu alternatif yang bisa dipertimbangkan Bank Pembangunan Daerah Sumatera Barat (Sumbar), untuk memperkuat modal supaya bisa bersaing dengan bank-bank lain.

“Itu memang salah satu alternatif,” kata Gubernur Sumbar, Irwan Prayitno usai membuka Sosialisasi Program Transformasi Bank Pembangunan Daerah Menjadi Bank yang Kuat, Kompetitif, dan Kontributif bagi Pembangunan Daerah, di Padang, Jumat (2/9).

Penguatan modal menurut dia sangat penting agar BPD Sumbar atau sering disebut Bank Nagari bisa mengembangkan dan meningkatkan pelayanan supaya bisa bersaing dengan bank lain dan menjadi tuan rumah di daerah sendiri.

Hanya saja, tambahnya alternatif penguatan modal yang paling aman, yaitu meningkatkan nilai saham dari pemegang saham (pemerintah provinsi, kabupaten dan kota), tidak mungkin dilakukan, karena keuangan daerah yang terbatas. Penambahan modal bisa menjadikan bank pembangunan daerah (BPD) kuat, sehat dan bisa bersaing dengan bank lain. Tapi, penambahan modal dari pemengang saham sulit terwujud karena keterbatasan keuangan daerah.

“APBD sebagian besar daerah di Sumbar tersedot untuk belanja pegawai, dan pemenuhan kebutuhan wajib, yaitu kesehatan, pendidikan, dan infrastruktur. Tidak mungkin lagi menambah modal Bank Nagari,” sebutnya.

Lebih lanjut disampaikan, perlu ada metode lain untuk memperkuat modal bank tersebut.

bank-nagari22Dalam kesempatan yang sama, Dewan Komisioner Bidang Perbankan Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Nelson Tampubolon mengatakan, saat ini modal inti Bank Nagari baru Rp1,7 triliun, atau berada pada buku II.

“Klasifikasi perbankan nasional ada empat macam, yaitu buku I dengan modal di bawah Rp1 triliun, buku II dengan modal inti Rp1 triliun hingga Rp5 triliun, buku III dengan modal Rp5 hingga Rp30 triliun dan buku IV dengan modal di atas Rp30 triliun. Saat ini Bank Nagari baru pada klasifikasi buku II,” ujarnya.

Menurut pengalamannya selama bertahun-tahun, bank buku I dan II relatif mudah terpengaruh situasi perekonomian. Bank buku III dan IV adalah yang paling stabil, sehingga bisa mengembangkan seluruh potensinya untuk bersaing dengan bank lain. “Kalau Bank Nagari ingin bisa menjadi tuan di negeri sendiri, setidaknya masuk pada klasifikasi buku III. Caranya dengan memperkuat modal,” ungkapnya.

Ia menyebutkan, untuk memperkuat modal itu yang paling aman memang meningkatkan penyertaan pemegang saham. Namun, karena sudah dikatakan hal itu tidak mungkin dilakukan maka ada alternatif lain yaitu kerjasama strategis dengan bank BUMN.

“Kalau cara ini juga belum maksimal, maka memang bisa dilakukan IPO,” tambahnya.

Namun, ia mengingatkan, IPO memiliki resiko, rentan terhadap “gonjang-ganjing” ekonomi baik global, regional maupun nasional. Apalagi, kalau yang IPO adalah bank kecil pada klasifikasi buku I atau II.

“Tetapi semua memang punya resiko sendiri, alternatif yang dipilih diserahkan pada RUPS Bank Nagari,” sebutnya.

Nelson menyampaikan, jika modal Bank Nagari telah kuat, maka persoalan klasik BPD yaitu kurangnya Sumber Daya Manusia (SDM), modal kecil, pinjaman lebih kepada konsumtif, bisa diatasi. Muaranya, tentu bank yang berkualitas dan lebih bisa berkontribusi untuk pembangunan daerah. (**)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *